Tanya: Bagaimana cara menguatkan atau mengistiqamahkan agar Al-Qur’an ada di dalam hati kita?
Pertolongan Allah Swt. hanya datang kepada orang yang percaya. Percaya itu bahasa Qur’annya adalah iman. Jadi, pertolongan Allah hanya datang kepada orang yang beriman. Rukun Iman ketiga adalah beriman kepada kitab-kitab Allah, sehingga untuk percaya atau beriman, letakkanlah di dalam hati. Bukan di otak. Agar Al-Qur’an berada di dalam hati, tidak hanya menjadi orang yang percaya atau beriman, tapi jadilah orang yang bertakwa.
Jika manusia menulis buku, biasanya di halaman pertama sudah ada kalimat, “Mohon sampaikan saran dan kritik atas buku ini. Kalau ada kesalahan, kami mohon maaf.” Kurang lebih seperti itu. Beda dengan Al-Qur’an, kalimat pertamanya saja sudah “Alif lam mim, Dzalikal-kitabu la raiba fihi hudal lil-muttaqin“. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.
Muttaqin atau orang yang bertakwa itu ada di level 4. Level 1-nya An-Nas atau manusia. Level 2-nya muslimin atau orang-orang Islam. Level 3-nya mukminin atau orang-orang beriman. Level 5-nya muhsin atau orang-orang yang ihsan. Jadi, Al-Qur’an itu petunjuk yang hanya diberikan kepada orang-orang yang bertakwa. Bukan manusia biasa, bukan orang Islam, dan bukan orang beriman.
Laut yang sama bisa menenggelamkan Fir’aun, sekaligus menyelamatkan Nabi Musa. Api yang sama bisa membuat kaum Majusi jauh dari Allah, sekaligus membuat Nabi Ibrahim makin bertakwa kepada Allah. Manusia bekerja di satu atap perusahaan, ada yang sukses tetapi ada juga yang gagal. Kita bekerja di perusahaan percetakan Al-Quran, bisa jadi makin dekat dengan Allah, tetapi bisa juga makin menjauh. Na’udzubillah min dzalik.
Baca juga:
Menjadi Ahli Ilmu yang Benar
Kembalikan Senyum Rasulullah saw.
Oleh karena itu kalau ingin mendapatkan pertolongan dari Allah maka percaya dulu kepada Allah. Untuk percaya, maka dekatkan diri kepada Allah. Mulailah dengan memperbaiki bacaan Al-Qur’an. Benarkan dulu bacaan Al-Fatihahnya, bacaan An-Nasnya, dan seterusnya. Bentuk rasa syukur manusia cukuplah dengan seringnya berinteraksi dengan Al-Qur’an. Kitab Al-Qur’an adalah sarana berkomunikasi antara Allah Swt. dengan hamba-Nya.
Tanya: Kenapa ya susah sekali membaca Al-Qur’an atau meluangkan waktu untuk membacanya? Rasanya waktu itu begitu sempit dan tidak sempat saja membacanya.
Manusia itu salah satu kodratnya adalah harus BAK dan BAB. Apa yang dibuang? Kotoran. Tujuannya tentu saja agar tubuh kita menjadi sehat. Nah, jika kita sedang rapat dengan pejabat atau bahkan presiden sekalipun, tubuh kita merasa tidak nyaman dan harus ke kamar mandi, apa yang harus dilakukan? Melanjutkan rapat, izin segera, atau buang di tempat? Punten ya, maaf, hanya untuk membuang kotoran saja kita masih meluangkan waktu untuk minta izin.
Lalu bagaimana dengan meluangkan waktu untuk membaca Al-Quran? Bukan tidak sempat, ya. Manusia itu diberi waktu yang sama. Orang kaya 24 jam. Orang miskin 24 jam. Wanita karir 24 jam. Ibu rumah tangga 24 jam. Orang yang rajin ke masjid 24 jam. Pencuri dan koruptor 24 jam. Sama semua, tidak ada yang berbeda. Jadi, luangkan waktu, jangan mencari waktu luang. Baik untuk belajar Al-Qur’an maupun untuk urusan keluarga. Semua harus seimbang.
Tanya: Kalau kita tidak terlalu paham atau mengerti dengan tajwid, apakah boleh kita menghafal Al-Qur’an?
Jika di perusahaan ada peraturan, gaji akan dinaikkan tetapi dengan syarat tertentu. Misal gaji sekarang 5 juta, akan dinaikkan menjadi 10 juta dengan syarat harus bisa semua program office, bisa desain, dan bisa bahasa Inggris. Apakah semua keahlian itu akan dikejar? Apakah kursus-kursus akan diambil? Kalau gaji akan dinaikkan kembali menjadi 15 juta dengan syarat bisa bahasa Jepang, apakah kursusnya akan langsung diambil?
Bayangkan, hanya untuk mengejar gaji 10 juta per bulan atau 15 juta per bulan, manusia akan mati-matian ikut kursus. Tidak hanya menghabiskan uang, tetapi juga menghabiskan waktu untuk kursus pun tidak masalah. Pergi bekerja saat anak masih tidur, lalu pulang kerja saat anak sudah tidur. Pergi kerja masih gelap, pulang kerja sudah gelap. Nanti kalau anaknya ditanya, “Bapak di mana?” Anaknya menjawab, “Au ah, gelap.”
Jadi kesimpulannya, sediakan waktu untuk bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Pelajari tajwidnya dan kalau memang harus kursus, ya kursuslah. Tidak ada kata terlambat dan jangan beralasan tidak ada waktu. Kalau ada niat, pasti ada jalan. Kalau gak ada niat, pasti banyak alasan. Hargai kalamullah, hargai Allah Swt. Hargai kitab Allah bahkan termasuk persiapannya seperti berwudhu dan berpakaian yang pantas.
Usahakan jangan muraja’ah sambil mengerjakan pekerjaan rumah, misalnya hanya memakai daster atau kaos apa adanya? Bayangkan jika kita akan menerima sumbangan dari orang kaya, apakah bakal mau menemuinya hanya menggunakan daster? Malu. Tentu akan berpakaian yang pantas. Apalagi ini akan bertemu Allah, akan mendengarkan petuah-petuah dari-Nya, yang Allah jamin orang tersebut akan dikasih 10 kali lipat kebaikan.
Bagi yang sudah rajin wakaf Al-Qur’an, teruslah berinteraksi dengan Al-Qur’an dengan membacanya. Mewakafkan Al-Qur’an itu sama saja dengan menyuruh orang yang menerimanya untuk membaca Al-Qur’an. Malu kalau kita menyuruh tetapi diri sendiri tidak atau jarang membaca Al-Qur’an. Sama saja seperti menyuruh orang lain mandi. tapi ia sendiri tidak mandi. Bau. Semoga semua ini jadi pembelajaran bagi kita semua.[]