Rani Ramadhan ~ Buku Bisnis Jalan Langit (BJL) adalah buku yang insya Allah dapat memberikan manfaat kepada banyak orang, sesuai dengan prinsip Islam, rahmatan lil’alamin. Riza Zacharias atau biasa disapa Kang Riza, selaku pengarang, menjadikan buku ini sebagai amal jariyahnya untuk bisa bermanfaat bagi orang lain.
Di Bab Prakata, Kang Riza menceritakan sosok ibu dan ayahnya dengan menyebut mereka “Mamah dan Papap”. Terhadap mamahnya, Kang Riza menulis, “Mamah selalu mengajari saya bagaimana bertahan dan selalu menemukan peluang untuk membantu Papap saat itu, pun selalu bergerak kreatif, berbisnis dari rumah dengan tanpa melalaikan kewajibannya sebagai istri dan ibu bagi kami anak-anaknya. Mamah yang mengajari bagaimana selalu ramah kepada semua orang, tahan banting, dan penyabar.”
Orang hebat yang terlahir dari rahim ibu yang hebat, masya Allah. Dengan peran mamahnya dari Kang Riza, tentu sangat berpengaruh dalam aspek kehidupannya. Sebegitu pentingnya ternyata peran dari sosok ibu bagi anak-anaknya.
Saya juga mempunyai ibu yang hebat. Beliau mampu bertahan dalam kehidupannya yang penuh kerumitan, Ibu saya adalah orang yang kuat dan selalu menguatkan. Pernah suatu ketika Ibu ngomong kaya gini saat Bapa ngeluh sama masalah pekerjaan, “Ga papa, yang penting kan udah berusaha, masalah hasil ga usah terlalu jadi beban pikiran. Kalo belum dapet sekarang, ya mungkin nanti. Kita coba lagi, usaha lagi. Sabar ya Pak.”
Begitu kata-kata Ibu mencoba menguatkan Bapa yang sedang ada masalah dalam pekerjaannya. Saat itu hasil panen sawah tidak sebagus yang Bapa kira. Ya benar, Bapa saya adalah seorang buruh tani yang mana jika hasil panen menurun maka bayaran atau upah yang didapat pun menurun. Dari nasihat Ibu ini mampu menenangkan hati Bapa dan menguatkannya.
Makanya saya sangat suka dengan nasihat-nasihat Ibu. Suatu hari saya pernah curhat dengan Ibu. Saya mengeluh karena proses hijrah yang ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Ibu ngomong gini, “Nak, kamu udah di jalan yang benar, jangan berbalik arah. Lanjutkan perjalanan kamu walau banyak ujian di dalamnya. Hijrah kamu ikhlas karena Allah, bener? Kalau bener, kenapa ngurusin omongan orang lain?” Saat itu saya langsung tertampar dengan nasihat Ibu. Oh iya, ternyata hijrah saya belum sepenuhnya ikhlas karena Allah.
Kang Riza juga menuliskan sosok papapnya di buku BJL, “Sungguh saya masih selalu ingin mengulang kebersamaan bersamanya.” Tulisan ini mengartikan betapa rindunya seorang anak kepada sosok ayah yang sudah meninggalkannya. Ternyata saya orang yang beruntung karena masih ada sosok ayah dalam hidup saya. Bapa, beliau adalah seorang ayah yang sikapnya dingin dan cuek, tapi sebenarnya beliau adalah seorang yang penyayang. Iya, Bapa dinginnya kayak Kutub Utara. Ga paham saya, mungkin karena gengsi kali ya hehehe.
Ada sebuah cerita, waktu itu saya tidur di samping Ibu tanpa menggunakan alas tidur. Kejadian itu disaksikan Bapa. Sorenya Ibu cerita kayak gini, “Semalem kamu tidur di lantai ya? Bapa jadi ngomelin Ibu tau. Kata Bapa gini, “Rani kok dibiarin aja tidur di lantai? Lain kali dipakein tiker atau selimut, kasian.” Hah? Beneran Bapa ngomong kaya gitu? Saya kaget denger cerita dari Ibu. Saking gengsinya, ya sampe-sampe ngomongnya harus lewat Ibu dan pake ngomelin Ibu segala hahaha. Masya Allah, ternyata Bapa sebenarnya sayang banget ya sama saya.
Pada halaman berikutnya di buku BJL, Kang Riza menuliskan 16 perjalanan hidup yang sudah beliau rasakan. Pada bagian nomor dua, Kang Riza ternyata pernah menjadi OB sebelum menjadi seorang Kang Riza yang sekarang. Dari sini saya belajar bahwa dari semua ujian, rintangan yang dialami mampu menghadirkan kekuatan pada diri dan juga terdapat sebuah proses untuk terus memperbaiki kesalahan atau kekurangan, dan mencoba untuk memperbaikinya.
Kang Riza juga menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman bisnisnya. Visi, misi, dan value perusahaannya berpedoman kepada Al-Qur’an. Ketika hidup bersandingan dengan Al-Qur’an maka masalah apapun pasti akan ada solusi. Contohnya adalah Kang Riza dimana saat ini beliau bisa menjadi orang yang hebat dan dikelilingi oleh orang-orang hebat pula dalam hidupnya. Semua ini tentunya karena kecintaannya kepada Al-Qur’an, yang pada akhirnya mendatangkan rahmat dari Allah Swt.
Pada bab selanjutnya adalah tentang testimoni dari para guru, sahabat, dan teman-teman Kang Riza. Saya membaca semua testimoni, tetapi ada satu kalimat yang menarik dari Mulyani Dea. Beliau menuliskan sebuah kalimat seperti ini, “Pengalaman adalah guru terbaik”. Saya setuju dengan yang beliau tulis, karena pengalaman menjadikan acuan untuk menjadi yang terbaik atau menjadi lebih baik dari sebelumnya. Bagaimana seseorang belajar dari sebuah kegagalan.[]