Membuat komunitas sudah menjadi hal yang umum di Indonesia, apalagi di Bandung. Kota ini sudah dikenal sebagai kota kreatif, sehingga kalau memiliki hobi yang sama atau kesukaan yang sama, langsung terbentuklah sebuah komunitas. Dari satu komunitas pun bisa terbentuk lagi menjadi komunitas-komunitas kecil dan lebih spesifik. Wajar jika jumlah komunitas di Bandung begitu banyak, tak terhitung, dengan nama yang unik-unik.
Misalnya saja ada komunitas sepeda di lingkaran besar, kemudian lahirlah komunitas sepeda merek A dan merek B di lingkaran sedang. Hingga akhirnya muncullah komunitas merek C di daerah Z atau komunitas merek H di daerah X di lingkaran kecil. Begitu seterusnya. Namun yang menjadi catatan adalah … apakah semua komunitas itu tahu dan paham tentang manajemen komunitas? Atau apakah pengurusnya paham apa itu komunitas?
Inilah yang menjadi dasar mengapa Islamic Community diselenggarakan. Bersama Syaamil Group dan Kalamata Komunika Idealeema, Islamic Community menggelar acara pertamanya dengan tema Intro to Community Management secara daring pada hari Sabtu, 22 Januari 2022. Total ada 156 pendaftar dari berbagai komunitas yang alhamdulillah pas hari H terdapat 197 peserta yang hadir. Tidak hanya dari Bandung, beberapa bahkan berasal dari luar kota.
Ada dua pembicara penting dalam acara ini, yaitu Ust. Rendy Saputra dan Herry Fahrurrizal. Ust. Rendy menggarisbawahi bahwa Islam itu awalnya bergerak melalui komunitas kecil, makanya tidak sekadar untuk kumpul dan hepi-hepi saja. Kita semua bisa belajar dari Ust. Luqmanulhakim yang berdakwah dari nol dan komunitasnya pun bermanfaat bagi ummat. Ia hanya memiliki 200 ribu follower tetapi bisa menghasilkan dana 10 miliar rupiah dan 850 ton beras.
Jadi, komunitas itu harus memberi manfaat bagi masyarakat. Ya, komunitas itu harus memiliki identitas dan kesamaan yang jelas, tetapi komunitas bukan karena banyaknya anggota melainkan karena kualitas programnya. Soal beberapa anggota komunitas yang juga memiliki tujuan pribadi, apakah itu ekonomi atau jodoh, itu tidak masalah. Intinya adalah, tujuan pribadinya harus searah dengan visi komunitas yang diikutinya.
Syaamil Group
Apa Itu Komunitas?
Komunitas bisa menjadi jalan keluar untuk menunjukkan jati dirinya. Bisa jadi seseorang adalah orang biasa di kantor tetapi tampak cemerlang di komunitasnya. Atau bisa jadi kebalikannya, di kantor adalah pemimpin yang disegani tetapi di komunitas hanya menjadi anggota biasa saja. Untuk komunitas yang besar, ada baiknya memiliki AD/ART. Begitu pula dengan pengurus komunitas, harus memiliki periodesasi dengan jadwal kumpul yang jelas.
Herry Fahrurrizal yang merupakan Community Expert kemudian melengkapi makna komunitas dengan mendefinisikannya sebagai kumpulan orang yang saling peduli satu sama lain dan merasa bersama-sama. Ada tiga hal penting yang ada dalam penjabaran tersebut, yaitu kumpulan orang, peduli satu sama lain, dan ada rasa memiliki. Artinya, ketiga hal tersebut harus ada dalam sebuah komunitas. Kalau tidak ada, ya patut dipertanyakan.
Ada contoh kasus bagaimana salah satu akun media sosial dijadikan komunitas. Apakah bisa seperti itu? Followers atau subscribers adalah audience, jadi bukan komunitas. Begitu pula dengan fandom yang memang sekumpulan orang yang menyukai hal sama tetapi mereka belum memiliki tujuan, alias baru sebatas fans. Ingat ya, bahwa komunitas itu adalah sekumpulan manusia yang saling peduli dengan identitas yang kurang lebih mirip (satu visi).
Jika di kemudian hari basis fandom itu saling berkumpul dan merasa saling memiliki lalu bermanfaat bagi sesama, barulah disebut komunitas. Begitu pula dengan tribe atau suku, adalah sekumpulan orang yang memiliki musuh yang sama, bukan komunitas. Movement/gerakan pun memiliki satu gerakan yang sama, tetapi bukan komunitas. Sedangkan komunitas bisa mencakup semua hal yang telah disebutkan sebelumnya.
Pastinya, komunitas itu tidak ada pemimpin dan anggota yang abadi. Catat ya, tidak abadi. Kudu aya regenerasinya. Hal ini sudah dijelaskan oleh Ust. Rendy, bahwa komunitas harus terus melakukan regenerasi. Lebih jauh lagi, Herry menerangkan apa itu Community Canvas, yang intinya adalah bahwa komunitas harus memiliki identitas dan struktur dengan aturan-aturan yang dijelaskan secara hitam di atas putihnya.
Alhamdulillah, secara keseluruhan acara dikemas dengan sangat menarik, yaitu peserta tidak melulu dijejali dengan teori pragmatis tetapi juga diimbangi dengan latihan singkat bagaimana komunitas itu dibentuk. Di tengah acara, juga diadakan kuis mengasyikkan dengan pertanyaan-pertanyaan menghibur tetapi diganjar dengan hadiah-hadiah yang menggiurkan. Bagi yang belum puas dengan workshop ini, tentu bakal ada lanjutannya di kemudian hari.[]