Syaikh Thyazen Al-Hakimi, Imam Masjid Raya Bandung yang juga menjadi salah satu dari Juri Hafiz Indonesia, mengatakan bahwa kitab Al-Quran diturunkan untuk ditadabburi dan setiap ayat yang dipelajari akan menempel kuat pada otak. Ayat-ayat yang menempel inilah yang nantinya akan menjaga kita dari godaan setan yang terkutuk.
Oleh karena Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab maka sebagai umat Muslim tentu harus/wajib belajar bahasa Arab. Saat membaca Al-Quran dan berusaha memahaminya maka hal itulah yang akan menjadi tadzkirah. Barangsiapa yang ingin berkomunikasi atau curhat dengan Allah Swt. maka shalatlah, dan jika ingin mendengar siraman rohani dari Allah Swt. maka bacalah Al-Quran.
Seseorang yang mencintai pasangannya pasti memaksakan diri untuk membaca pesan-pesan yang disampaikan olehnya lewat smartphone. Nah, begitulah jika seorang hamba mencintai Allah Swt. maka ia akan memaksakan diri membaca pesan-pesannya di Al-Quran. Tidak hanya sekadar membaca, ia pun akan berusaha memahaminya dengan mempelajari bahasa Arab.
Syaikh Thyazen menceritakan pengalamannya sendiri saat berceramah pertama kali di Masjid Salman ITB dengan bahasa Indonesia. Saat itu beliau tidak terlalu memahami bahasa Indonesia. Beliau hanya menghafal salah satu ceramah yang sesuai dengan temanya dan menyampaikan tanpa mengurangi dan menambahkan. Setelahnya ia merasa bangga karena bisa berbahasa Indonesia.
Kemudian ada seorang jamaah yang mendekat dan berkata, “Tadi Ustadz menyampaikan materi apa? Saya tidak mengerti.” Di sanalah ia tersadarkan bahwa menghafal tidak berarti benar, tetapi harus memahami kaidah-kaidah bahasa Indonesia dan bagaimana cara mengucapkannya dengan baik dan benar, agar tersampaikan maksud yang sebenarnya.
Ada beberapa tokoh atau ulama Islam yang begitu paham soal bahasa Arab padahal mereka bukanlah orang Arab. Misalnya saja Imam Sibawaih yang bernama lengkap ‘Amrun bin ‘Utsman bin Qanbar. Imam Sibawaih lahir di Desa Syairaz, daerah Baidho’, salah satu daerah yang ada di Persia. Karya besarnya adalah Al Kitab, sebuah mahakarya yang masih menjadi rujukan tata bahasa Arab atau bidang ilmu nahwu hingga saat ini.
Sibawaih adalah julukannya yang berasal dari dua akar kata. ‘Si’ yang berarti tiga puluh dan ‘waih’ yang bermakna harum. Jadi, makna Sibawaih adalah orang yang memiliki tiga puluh macam keharuman. Konon, Imam Sibawaih muda terlihat tampan dan sangat rapi dalam penampilan. Ulama lainnya yang juga terkenal adalah Sayid Abu al-Hasan Ali Nadwi.
Sayid Abu al-Hasan adalah Cendekiawan Muslim asal India yang kiprah dan kontribusi besarnya terhadap dunia Islam begitu sangat besar. Wajar jika beliau mendapatkan perhargaan internasional dari Faisal International Award pada 1980, Brunei Award, dan UEA Award pada 1999. Bukti bahwa ada ulama besar yang begitu paham bahasa Arab tetapi bukan orang Arab.
Sayid Abu al-Hasan pernah tercatat sebagai anggota Kehormatan Akademi Seni dan Sastra Damaskus, Akademi Bahasa Arab Amman, dan menjabat sebagai dosen tamu di sejumlah universitas Arab. Bagaimana dengan ulama Indonesia? Alhamdulillah sudah ada Ust. Hanan Attaki, Ust. Adi Hidayat, Ust. Quraish Shihab, dan Ust. Abdul Somad.[]