“Di waktu yang diberkahi ini, di waktu Dhuha, menjelang Shalat Dzuhur, dengan izin Allah kita semua masih bisa bersilaturahmi di masjid ini,” ujar Pak Benny T. Djajadi, Corporate Secretary Syaamil Group, saat memberikan sambutan di Masjid Asy-Syaamil pada hari Selasa kemarin (4/10/22). “Alhamdulillah, sebuah kebahagiaan bagi kami bisa bersua kembali dengan Gurunda Ustadz Luqmanulhakim di Bandung,” lanjutnya kembali.
“Ustadz, mohon kami dibantu dengan memberikan nasihat dan memberikan peringatan. Kami ini adalah orang-orang yang perlu dibantu agar niatnya tidak bergeser. Jewer kami agar tidak sombong, tidak takabur, atau merasa hebat.” Tepat pada pukul sepuluh kurang lima belas menit, Ustadz Luqmanulhakim pun bersiap di depan dengan tabletnya. Sebelumnya Ust. Dayat sudah bertilawah membacakan QS Al-Baqarah (2) ayat 214.
Islam itu agama ‘action‘ atau aksi karena memiliki musuh, yaitu syaithan/setan. Setan itu bukan makhluk, melainkan karakter. Makhluk itu hanya ada dua, yaitu jin dan manusia. Jika setannya dari jin, mudah mengusirnya, cukup dengan azan pun langsung lari tunggang-langgang. Akan tetapi kalau setannya dari kalangan manusia, ini yang menjadi masalah. Begitu sulitnya mengusir setan dari manusia, bahkan bisa jadi setannya itu adalah diri kita sendiri.
Lihat QS An-Naas (114) ayat 4-6, “Dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.” Manusia memiliki potensi menjadi setan. Bacaan ta’awudz itu tidak hanya ditujukan kepada jin, tetapi juga karakter setan pada manusia. Berhati-hatilah pada karakter setan yang ada pada diri kita semua. Manusia itu kepala sama hitam, tetapi hati wallahu’alam. Sekali lagi, hati-hati.
Allah Swt. itu selalu melihat prosesnya, bukan melihat hasilnya. Jangan berharap hasil yang besar kalau apa yang kita lakukan masih kecil. Masih belum ada apa-apanya. Melakukan hal yang sama tetapi berharap hasil yang berbeda, itu namanya gila. Same action same result, bukan hukum karma, tetapi sunnatullah. Jadi, jika ingin menghasilkan sesuatu yang berbeda, lakukanlah hal yang berbeda. Ada tiga tahapan untuk mendapatkan pertolongan Allah, rumusnya ada pada ayat di bawah ini.
“Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, ‘Kapankah datang pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (QS Al-Baqarah, 2: 214)
Pertama itu ujian BA’SUN. Ujian yang ringan, baru sampai telinga saja. Hanya disindir-sindir saja. Kalau ada yang sudah merasa panas atau gerah diomongin orang, belum lulus ujian ini. Nabi Nuh as. saat membangun kapal di puncak bukit/gunung itu mendapat ujian ini. Ujian kedua adalah DHURRUN, yaitu ujian fisik. Bukan hanya diledek atau diomongin orang, tetapi juga sudah kena fisik, misalnya saja dengan ujian sakit atau disiksa. Nabi Yunus as. dan Nabi Ayyub as. contohnya.
Ujian ketiga adalah ZULZILUU. Ini ujian yang paling berat. Bukan hanya kena mental, tetapi juga fisik, harta, keluarga, dan lain sebagainya. Diguncangkan mental dan fisik mereka. Seseorang yang sudah kena ujian ini biasanya merasa hidupnya di ujung tanduk. Rasulullah saw. dan para sahabat sudah sampai pada tahap ujian ini dan itulah mengapa mereka bertanya di ayat tersebut, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Tinggal pilih, mau lulus ujian atau memilih yang lain.
Di puncak rasa sakitnya, di puncak siksaannya, di puncak segalanya, dan seterusnya … manusia seperti berada di ujung jurang. Sudah menyerah dan ingin berhenti. Pada saat itulah ada ayat “Alaa inna nashrallahi qoriib.” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. Rumusnya, TERBERAT sama dengan TERDEKAT. Jika ujian sudah sampai pada level yang terberat maka artinya pertolongan Allah Swt. sudah semakin dekat. Yakinlah.
Dari sini ada pembelajaran bahwa hidup nyaman dan baik-baik saja itu bisa membahayakan dan menggelincirkan. Kisah seekor monyet yang bertahan di pohon karena adanya angin tornado dan angin topan tetapi malah jatuh karena angin sepoi-sepoi menunjukkan bahwa yang membuat seseorang tumbang itu bukan karena ujian berat, tetapi karena zona yang terlalu nyaman. Ingatlah bahwa terlalu nyaman berada di lingkungan orang-orang baik itu membuat rasa menjadi hambar.
Ust. Luqmanulhakim benar-benar menjewer dan menyentil semua yang hadir. “Sebagai penutup, camkan hal ini … bukan nikmatnya yang kurang, tetapi bisa jadi rasa syukur kita yang sedikit. Akan tetapi Allah Swt. tidak akan mengubah suatu kaum kalau mereka sendiri tidak mau mengubah dirinya sendiri. Berubahlah saat ini juga.” Setelah itu ingatlah akan rumus: Ujian terberat biasanya datang dari orang terdekat. “Jika penerbit Al-Quran lain masih dianggap kompetitor, tanyakan tauhidmu.”
Bukankah tugas kita adalah berdakwah di jalan Allah dan memperkenalkan bahwa Al-Quran sebagai pelita kehidupan? Tugas kita bukan berjualan mushaf Al-Quran. Soal rezeki, serahkan kepada Ar-Rozzaq. “Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannnya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).” (QS Hud, 11: 6)